Ada Motif Persiapan Pemilu 2014
Revisi
Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dinilai berkaitan dengan pertarungan politik 2014. Partai-partai politik
akan memerlukan biaya besar pada Pemilu 2014. Sebaliknya, keberadaan
KPK yang kuat akan membuat anggota parpol semakin sulit bergerak mencari
pendanaan partai.
Hal ini disampaikan Pengajar Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta AAGN Ari Dwipayana dan Sekretaris
Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia Benny Susetyo Pr secara
terpisah.
Keinginan kuat DPR untuk membatasi
kewenangan KPK, menurut Ari, tidak lepas dari keinginan para politisi
melindungi diri. Sebab, ruang “bermain” para politisi menjadi terbatas
dan terkontrol dengan kewenangan KPK yang sangat besar untuk menyadap
dan mengecek data transaksi keuangan dari PPATK seperti saat ini.
Dampaknya jelas membuat pendanaan parpol terganggu.
Padahal, menurut Benny, banyak anggota
DPR terutama di Badan Anggaran yang melakukan politik ijon dan mencari
sumber-sumber pendanaan partai. Sebab, dana yang diperlukan parpol untuk
Pemilu sangat besar akibat cara berpolitik transaksional. Jalan pintas
untuk menggalang dana melalui uang negara.
Hal ini, kata Benny di Jakarta, sudah
menjadi rahasia umum. Kepentingan politisi ini, tambah Ari, bertemu
dengan kepentingan institusi penegak hukum lain seperti polisi dan
kejaksaan yang kewenangannya juga menjadi terbatas dengan keberadaan
KPK. Bukan rahasia, bila penegakan hukum Indonesia menjadi komoditi
politik polisi dan jaksa. Kasus korupsi juga “ruang bermain” institusi
penegak hukum yang kini terbatasi kewenangan yang lebih besar pada KPK.
Hal ini semakin jelas dalam kasus cicak buaya.
Di sisi lain, DPR ingin membangun citra
dengan dalih memperkuat KPK melalui revisi. Bahkan ada yang menunjukkan
diri maupun partainya menolak revisi UU KPK. Namun, pada dasarnya DPR
bersikukuh memereteli kewenangan KPK.